Rubrikmalut.com – Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Halsel, Safri Talib S.H memberikan keterangan klarifikasi terkait pemberitaan terhadap dirinya, Politisi PKB sekaligus ketua Komisi III ini, menjelaskan Maksud dari Pernyataan kata “Sederhana” bukan merujuk pada kasus empat Kades. Kamis 9/10/25.
Menanggapi pernyataan yang disampaikan dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi I DPRD Halmahera Selatan, saya perlu memberikan klarifikasi agar tidak terjadi kesalahpahaman di publik.
Saya memahami bahwa istilah “sederhana” yang saya ucapkan mungkin dianggap meremehkan persoalan empat kepala desa. Namun, maksud saya bukan demikian. Istilah tersebut saya gunakan untuk menjelaskan bahwa proses penyelesaian masalah ini seharusnya bisa dilakukan dengan mudah dan jelas secara hukum, bukan untuk menganggap persoalannya sepele. Ungkap Safri
Sebagaimana diketahui, SK 131 telah ditindaklanjuti oleh Pemerintah Kabupaten Halmahera Selatan dengan tidak melantik empat kepala desa. Bahkan, ada yang sempat dilantik kemudian diberhentikan dan diganti dengan pelaksana tugas (Plt). Artinya, putusan pengadilan sebenarnya sudah dijalankan.
Namun, kata Safri, munculnya SK 204 kembali menimbulkan pertanyaan dari masyarakat dan rekan-rekan BARAH mengenai dasar hukum penerbitan SK tersebut. Anehnya, Komisi I DPRD yang berwenang menindaklanjuti justru belum memegang salinan SK 204, sementara klarifikasi dari Bagian Pemerintahan dan Hukum juga belum diperoleh. Maka dari itu, yang saya maksud dengan hal “sederhana” adalah kinerja Komisi I yang seharusnya bekerja berdasarkan dokumen dan dasar hukum yang jelas.
Saya tegaskan kembali, pernyataan “sederhana” itu ditujukan kepada Komisi I, bukan kepada masyarakat atau pihak yang menyampaikan aspirasi atau dalam hal ini Barah. Permasalahan ini sudah memiliki dasar hukum yang kuat, yaitu putusan pengadilan terkait SK 131.
Selain itu, perbedaan pandangan hukum antara PHAI dan JHAVA juga perlu dicermati. Kedua lembaga ini memiliki tafsir hukum yang berbeda, untuk itu kita mau pakai yang mana, Sehingga saya lebih mengarah pada SK pelantikan tersebut, agar supaya jangan menimbulkan kebingungan dalam penyelesaian kasus. Karena itu, saya berharap semua pihak berpegang pada dasar hukum yang sah yaitu SK, agar persoalan ini dapat diselesaikan dengan baik, transparan, dan sesuai aturan.
Berdasarkan SK yang ada, setiap langkah penyelesaian seharusnya merujuk pada keputusan pengadilan sebelumnya serta tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Tutupnya.
(Red:Adeli)









