Polemik Pelantikan 4 Kades: PHAI Halsel Resmi Surati Mendagri dan MA.

Unknown's avatar

Rubrikmalut.com – Praktisi Hukum Muda Indonesia (PHAI) Kabupaten Halmahera Selatan secara resmi telah melayangkan surat kepada Menteri Dalam Negeri (Mendagri) dan Mahkamah Agung (MA) Republik Indonesia. Selasa 7/10/25.

Langkah ini merupakan bentuk protes hukum dan moral terhadap dugaan pelanggaran hukum yang dilakukan oleh Bupati Halmahera Selatan, Bassam Kasuba, dalam pelantikan empat kepala desa pada 25 Agustus 2025, yang sebelumnya telah dibatalkan oleh pengadilan tata usaha negara (PTUN) Ambon.

Menurut PHAI Halmahera Selatan, keempat kepala desa yang dilantik tersebut telah dibatalkan Surat Keputusan (SK)-nya oleh Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Ambon, dan putusan tersebut telah dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) Manado, sehingga telah berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde) dan wajib dilaksanakan oleh pejabat terkait.

Namun, meski demikian, Bupati Bassam Kasuba tetap melantik kembali orang yang sama, yang SK-nya telah dibatalkan oleh pengadilan. PHAI menilai tindakan ini sebagai pembangkangan terhadap putusan pengadilan dan pelanggaran serius terhadap hukum tata pemerintahan.

Ketua PHAI Halmahera Selatan, Safri Nyong, S.H., menegaskan bahwa tindakan Bupati tersebut mencederai prinsip supremasi hukum dan merusak kepercayaan publik terhadap keadilan.

“Kami telah secara resmi menyurati Mendagri dan Mahkamah Agung.

Tindakan Bupati Halsel yang melantik kepala desa yang SK-nya telah dibatalkan oleh PTUN adalah bentuk penyalahgunaan wewenang dan penghinaan terhadap lembaga peradilan,” tegas Safri Nyong, S.H.S

 

Sementara itu, Dewan Pembina PHAI Halmahera Selatan, Maulana Patra Syah, S.H., M.H., menilai tindakan tersebut tidak hanya melanggar hukum administrasi, tetapi juga berpotensi mengakibatkan sanksi berat secara etik dan jabatan.

“Ketika kepala daerah mengabaikan putusan pengadilan yang sudah inkracht, Tindakan tersebut dapat dikualifikasikan sebagai tindakan sewenang-wenang oleh Pejabat Tata Usaha Negara. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, tindakan demikian termasuk dalam kategori pelanggaran berat yang secara normatif dapat berimplikasi pada sanksi pemberhentian tetap.,” ujar Maulana Patra Syah, S.H., M.H.

Menambahkan hal tersebut, Bambang Joisangaji, S.H., selaku anggota PHAI Halmahera Selatan, juga menilai bahwa kasus ini dapat menjadi preseden buruk bagi penegakan hukum daerah jika tidak segera ditindaklanjuti.

“PHAI menilai tindakan Bupati Halsel sebagai bentuk pelanggaran hukum yang nyata. Ini bukan sekadar kesalahan administratif, melainkan bentuk pembangkangan terhadap sistem peradilan. Bila dibiarkan, akan muncul preseden bahwa kepala daerah bisa bertindak di luar hukum tanpa konsekuensi,” tegas Bambang Joisangaji, S.H.

Tindakan Bupati Halmahera Selatan yang melantik kembali pejabat yang sama melalui penerbitan Surat Keputusan baru setelah adanya pembatalan oleh putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Ambon, merupakan bentuk pelanggaran terhadap ketentuan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. Ketentuan yang dilanggar dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Pasal 17 ayat (2)
Pejabat pemerintahan dilarang:
a. Melampaui wewenang;
b. Mencampuradukkan wewenang; atau
c. Bertindak sewenang-wenang.
Tindakan Bupati yang melantik kembali pejabat yang sama dengan Surat Keputusan baru setelah adanya pembatalan oleh putusan pengadilan termasuk kategori bertindak sewenang-wenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) huruf c. Tindakan tersebut menunjukkan adanya pengabaian terhadap batas kewenangan yang telah ditetapkan oleh undang-undang

2. Pasal 18 ayat (3)
Tindakan sewenang-wenang adalah tindakan pejabat yang bertentangan dengan Putusan Pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.
Dengan demikian, pelantikan ulang terhadap empat Kepala Desa pada tanggal 25 Agustus 2025 yang telah dibatalkan melalui putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Ambon secara jelas memenuhi kualifikasi tindakan sewenang-wenang sebagaimana dimaksud dalam ketentuan pasal ini.

3. Pasal 80 ayat (3) jo Pasal 81 ayat (3)
Pejabat yang terbukti melakukan tindakan sewenang-wenang dapat dijatuhi sanksi administratif berat berupa pemberhentian tetap.

Berdasarkan ketentuan ini, pejabat yang melakukan tindakan bertentangan dengan putusan pengadilan — sebagaimana perbuatan Bupati Halmahera Selatan dalam hal pelantikan 4 Kepal Desa tersebut, dapat dijatuhi sanksi administratif berat berupa pemberhentian tetap. Hal ini menunjukkan bahwa hukum administrasi negara memberikan konsekuensi tegas terhadap setiap bentuk tindakan sewewenang-wenang yang dilakukan oleh Pejabat Tata Usaha Negara.

PHAI Halmahera Selatan menegaskan bahwa tidak ada jabatan yang pantas dipertahankan dengan mengorbankan hukum.

Dalam negara hukum, setiap pejabat harus tunduk pada putusan pengadilan, bukan sebaliknya.

“Bupati Halsel seharusnya mengambil langkah arif dan bertanggung jawab, bukan bersembunyi di balik ketakutan kehilangan kekuasaan,” ujar Safri Nyong, S.H.

PHAI Halsel juga menambahkan pesan moral, mengutip nasihat filsuf Niccolò Machiavelli, bahwa “benteng terbaik seorang pemimpin adalah tidak dibenci oleh rakyatnya; sebab tak ada benteng yang akan menyelamatkan penguasa bila rakyat sudah membencinya.”

(Red:Rubrikmalut.com)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *